bahaya internet
o BAHAYA INTERNET.
Jika pemakaian internet disalah gunakan maka akan menimbulkan banyak
kerugian kepada umat manusia. Kebutuhan dan penggunaan akan teknologi
informasi yang diaplikasikan dengan internet dalam segala bidang seperti
e-banking, e-commerce, e-government, e-education dan banyak lagi telah
menjadi sesuatu yang lumrah. Internet telah menciptakan dunia baru yang
dinamakan cyberspace yaitu sebuah dunia komunuikasi berbasis computer
yang menawarkan realitas yang baru berbentuk virtual (tidak langsung dan
tidak nyata).
Perkembangan internet yang semakin hari semakin meningkat baik
teknologi dan penggunaanya. Mempunyai banyak dampak baik positif maupun
negative. Untuk yang bersifat positif, banyak manfaat dan kemudahan yang
didapat dari teknologi ini, misalnya kita dapat melakukan transaksi
perbankan kapan saja dengan e-banking, e-commerce juga membuat kita
mudah melakukan pembelian maupun penjualan suatu barang tanpa mengenal
tempat. Mencari referensi atau informasi mengenai ilmu pengetahuan juga
bukan hal yang sulit dengan adanya e-library dan banyak lagi kemudahan
yang didapatkan dengan perkembangan Internet. Tentunya, tidak dapat
dipungkiri bahwa teknologi Internet membawa dampak negatif yang tidak
kalah banyak dengan manfaat yang ada. Internet membuat kejahatan yang
semula bersifat konvensional seperti pengancaman, pencurian dan penipuan
kini dapat dilakukan dengan menggunakan media komputer secara online
dengan resiko tertangkap yang sangat kecil oleh individu maupun kelompok
dengan akibat kerugian yang lebih besar baik untuk masyarakat maupun
negara disamping menimbulkan kejahatan-kejahatan baru.
Banyaknya
dampak negatif yang timbul dan berkembang, membuat suatu paradigma
bahwa tidak ada komputer yang aman kecuali dipendam dalam tanah sedalam
100 meter dan tidak memiliki hubungan apapun juga. Seperti seorang
hacker dapat masuk ke dalam suatu sistem jaringan perbankan untuk
mencuri informasi nasabah yang terdapat di dalam server mengenai data
base rekening bank tersebut, karena dengan adanya e-banking jaringan
tersebut dapat dikatakan terbuka serta dapat diakses oleh siapa saja.
Walaupun pencurian data yang dilakukan sering tidak dapat dibuktikan
secara kasat mata karena tidak ada data yang hilang tetapi dapat
diketahui telah diakses secara illegal dari sistem yang dijalankan.
Tidak kurang menghebohkannya adalah beredarnya gambar-gambar porno hubungan seksual/pornografi, misalnya antara seorang bintang sinetron Sukma Ayu dan Bjah, seorang penyanyi dari group band yang ternama. Gambar-gambar tersebut beredar secara luas di Internet baik melalui e-mail maupun dalam tampilan website yang dapat disaksikan oleh siapa saja secara bebas.
Pengungkapan kejahatan ini masih sangat kecil sekali, dikarenakan banyak kendala dan hambatan yang dihadapi dalam upaya pengungkapannya. Saat ini, bagi mereka yang senang akan perjudian dapat juga melakukannya dari rumah atau kantor hanya dengan mengakses situs www.indobetonline.com atau www.tebaknomor.com dan banyak lagi situs sejenis yang menyediakan fasilitas tersebut dan memanfaatkan fasilitas Internet banking untuk pembayarannya. E-commerce tidak sedikit membuka peluang bagi terjadinya tindak pidana penipuan, seperti yang dilakukan oleh sekelompok pemuda di Medan yang memasang iklan di salah satu website terkenal “Yahoo” dengan seolah-olah menjual mobil mewah Ferrary dan Lamborghini dengan harga murah sehingga menarik minat seorang pembeli dari Kuwait. Perbuatan tersebut dapat dilakukan tanpa adanya hubungan terlebih dahulu antara penjual dan pembeli, padahal biasanya untuk kasus penipuan terdapat hubungan antara korban atau tersangka.
Dunia perbankan melalui Internet (ebanking) Indonesia, dikejutkan oleh ulah seseorang bernama Steven Haryanto, seorang hacker dan jurnalis pada majalah Master Web. Lelaki asal Bandung ini dengan sengaja membuat situs asli tapi palsu layanan Internet banking Bank Central Asia, (BCA). Steven membeli domain-domain dengan nama mirip www.klikbca.com (situs asli Internet banking BCA), yaitu domain wwwklik-bca.com, kilkbca.com, clikbca.com, klickca.com. dan klikbac.com. Isi situs-situs plesetan inipun nyaris sama, kecuali tidak adanya security untuk bertransaksi dan adanya formulir akses (login form) palsu. Jika nasabah BCA salah mengetik situs BCA asli maka nasabah tersebut masuk perangkap situs plesetan yang dibuat oleh Steven sehingga identitas pengguna (user id) dan nomor identitas personal (PIN) dapat di ketahuinya. Diperkirakan, 130 nasabah BCA tercuri datanya. Menurut pengakuan Steven pada situs bagi para webmaster di Indonesia, www.webmaster.or.id.
Tidak kurang menghebohkannya adalah beredarnya gambar-gambar porno hubungan seksual/pornografi, misalnya antara seorang bintang sinetron Sukma Ayu dan Bjah, seorang penyanyi dari group band yang ternama. Gambar-gambar tersebut beredar secara luas di Internet baik melalui e-mail maupun dalam tampilan website yang dapat disaksikan oleh siapa saja secara bebas.
Pengungkapan kejahatan ini masih sangat kecil sekali, dikarenakan banyak kendala dan hambatan yang dihadapi dalam upaya pengungkapannya. Saat ini, bagi mereka yang senang akan perjudian dapat juga melakukannya dari rumah atau kantor hanya dengan mengakses situs www.indobetonline.com atau www.tebaknomor.com dan banyak lagi situs sejenis yang menyediakan fasilitas tersebut dan memanfaatkan fasilitas Internet banking untuk pembayarannya. E-commerce tidak sedikit membuka peluang bagi terjadinya tindak pidana penipuan, seperti yang dilakukan oleh sekelompok pemuda di Medan yang memasang iklan di salah satu website terkenal “Yahoo” dengan seolah-olah menjual mobil mewah Ferrary dan Lamborghini dengan harga murah sehingga menarik minat seorang pembeli dari Kuwait. Perbuatan tersebut dapat dilakukan tanpa adanya hubungan terlebih dahulu antara penjual dan pembeli, padahal biasanya untuk kasus penipuan terdapat hubungan antara korban atau tersangka.
Dunia perbankan melalui Internet (ebanking) Indonesia, dikejutkan oleh ulah seseorang bernama Steven Haryanto, seorang hacker dan jurnalis pada majalah Master Web. Lelaki asal Bandung ini dengan sengaja membuat situs asli tapi palsu layanan Internet banking Bank Central Asia, (BCA). Steven membeli domain-domain dengan nama mirip www.klikbca.com (situs asli Internet banking BCA), yaitu domain wwwklik-bca.com, kilkbca.com, clikbca.com, klickca.com. dan klikbac.com. Isi situs-situs plesetan inipun nyaris sama, kecuali tidak adanya security untuk bertransaksi dan adanya formulir akses (login form) palsu. Jika nasabah BCA salah mengetik situs BCA asli maka nasabah tersebut masuk perangkap situs plesetan yang dibuat oleh Steven sehingga identitas pengguna (user id) dan nomor identitas personal (PIN) dapat di ketahuinya. Diperkirakan, 130 nasabah BCA tercuri datanya. Menurut pengakuan Steven pada situs bagi para webmaster di Indonesia, www.webmaster.or.id.
Selain
carding, masih banyak lagi kejahatan yang memanfaatkan Internet.
Tentunya masih hangat dalam pikiran kita saat seorang hacker bernama
Dani Hermansyah, pada tanggal 17 April 2004 melakukan deface (Deface
disini berarti mengubah atau mengganti tampilan suatu website) dengan
mengubah nama-nama partai yang ada dengan nama-nama buah dalam website www.kpu.go.id,
yang mengakibatkan berkurangnya kepercayaan masyarakat terhadap pemilu
yang sedang berlangsung pada saat itu. Dikhawatirkan, selain nama–nama
partai yang diubah bukan tidak mungkin angka-angka jumlah pemilih yang
masuk di sana menjadi tidak aman dan dapat diubah, padahal dana yang
dikeluarkan untuk sistem teknologi informasi yang digunakan oleh KPU
sangat besar sekali.
Teknik
lain adalah yang memanfaatkan celah sistem keamanan server alias hole
Cross Server Scripting (XXS) yang ada pada suatu situs. XXS adalah
kelemahan aplikasi di server yang memungkinkan user atau pengguna
menyisipkan baris-baris perintah lainnya. Biasanya perintah yang
disisipkan adalah Javascript sebagai jebakan, sehingga pembuat hole bisa
mendapatkan informasi data pengunjung lain yang berinteraksi di situs
tersebut. Makin terkenal sebuah website yang mereka deface, makin tinggi
rasa kebanggaan yang didapat. Teknik ini pulalah yang menjadi andalan
saat terjadi cyberwar antara hacker Indonesia dan hacker Malaysia, yakni
perang di dunia maya yang identik dengan perusakan website pihak lawan.
PEMBAHASAN
Dari
kasus yang telah terjadi diatas dapat diketahui bahwa kejahatan ini
tidak mengenal batas wilayah (borderless) serta waktu kejadian karena
korban dan pelaku sering berada di negara yang berbeda. Semua aksi itu
dapat dilakukan hanya dari depan komputer yang memiliki akses Internet
tanpa takut diketahui oleh orang lain/saksi mata, sehingga kejahatan ini
termasuk dalam Transnational Crime/kejahatan antar negara yang
pengungkapannya sering melibatkan penegak hukum lebih dari satu negara.
Mencermati hal tersebut dapatlah disepakati bahwa kejahatan
IT/Cybercrime memiliki karakter yang berbeda dengan tindak pidana umum
baik dari segi pelaku, korban, modus operandi dan tempat kejadian
perkara sehingga butuh penanganan dan pengaturan khusus di luar KUHP.
Perkembangan
teknologi informasi yang demikian pesatnya haruslah diantisipasi dengan
hukum yang mengaturnya dimana kepolisian merupakan lembaga aparat
penegak hukum yang memegang peranan penting didalam penegakan hukum,
sebab tanpa adanya hukum yang mengatur dan lembaga yang menegakkan maka
dapat menimbulkan kekacauan didalam perkembangannya. Dampak negative
tersebut menimbulkan suatu kejahatan yang dikenal dengan nama
“CYBERCRIME” yang tentunya harus diantisipasi dan ditanggulangi.
Menjawab
tuntutan dan tantangan komunikasi global lewat Internet, Undang-Undang
yang diharapkan (ius konstituendum) adalah perangkat hukum yang
akomodatif terhadap perkembangan serta antisipatif terhadap
permasalahan, termasuk dampak negatif penyalahgunaan Internet dengan
berbagai motivasi yang dapat menimbulkan korban-korban seperti kerugian
materi dan non materi. Saat ini, Indonesia belum memiliki Undang-Undang
khusus/cyber law yang mengatur mengenai cybercrime walaupun rancangan
undang-undang tersebut sudah ada sejak tahun 2000 dan revisi terakhir
dari rancangan undang-undang tindak pidana di bidang teknologi informasi
sejak tahun 2004 sudah dikirimkan ke Sekretariat Negara RI oleh
Departemen Komunikasi dan Informasi serta dikirimkan ke DPR namun
dikembalikan kembali ke Departemen Komunikasi dan Informasi untuk
diperbaiki. Tetapi, terdapat beberapa hukum positif lain yang berlaku
umum dan dapat dikenakan bagi para pelaku cybercrime terutama untuk
kasus-kasus yang menggunakan komputer sebagai sarana, antara lain:
a. Kitab Undang Undang Hukum Pidana
Dalam
upaya menangani kasus-kasus yang terjadi, para penyidik melakukan
analogi atau perumpamaan dan persamaaan terhadap pasal-pasal yang ada
dalam KUHP. Pasal-pasal didalam KUHP biasanya digunakan lebih dari satu
Pasal karena melibatkan beberapa perbuatan sekaligus pasal-pasal yang
dapat dikenakan dalam KUHP pada cybercrime antara lain :
1)
Pasal 362 KUHP yang dikenakan untuk kasus carding dimana pelaku mencuri
nomor kartu kredit milik orang lain walaupun tidak secara fisik karena
hanya nomor kartunya saja yang diambil dengan menggunakan software card
generator di Internet untuk melakukan transaksi di e-commerce. Setelah
dilakukan transaksi dan barang dikirimkan, kemudian penjual yang ingin
mencairkan uangnya di bank ternyata ditolak karena pemilik kartu
bukanlah orang yang melakukan transaksi.
2)
Pasal 378 KUHP dapat dikenakan untuk penipuan dengan seolah-olah
menawarkan dan menjual suatu produk atau barang dengan memasang iklan di
salah satu website sehingga orang tertarik untuk membelinya lalu
mengirimkan uang kepada pemasang iklan. Tetapi, pada kenyataannya,
barang tersebut tidak ada. Hal tersebut diketahui setelah uang
dikirimkan dan barang yang dipesankan tidak datang sehingga pembeli
tersebut menjadi tertipu.
3)
Pasal 335 KUHP dapat dikenakan untuk kasus pengancaman dan pemerasan
yang dilakukan melalui e-mail yang dikirimkan oleh pelaku untuk memaksa
korban melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang diinginkan oleh pelaku
dan jika tidak dilaksanakan akan membawa dampak yang membahayakan. Hal
ini biasanya dilakukan karena pelaku biasanya mengetahui rahasia korban.
4)
Pasal 311 KUHP dapat dikenakan untuk kasus pencemaran nama baik dengan
menggunakan media Internet. Modusnya adalah pelaku menyebarkan e-mail
kepada teman-teman korban tentang suatu cerita yang tidak benar atau
mengirimkan e-mail ke suatu mailing list sehingga banyak orang
mengetahui cerita tersebut.
5)
Pasal 303 KUHP dapat dikenakan untuk menjerat permainan judi yang
dilakukan secara online di Internet dengan penyelenggara dari Indonesia.
6)
Pasal 282 KUHP dapat dikenakan untuk penyebaran pornografi maupun
website porno yang banyak beredar dan mudah diakses di Internet.
Walaupun berbahasa Indonesia, sangat sulit sekali untuk menindak
pelakunya karena mereka melakukan pendaftaran domain tersebut diluar
negri dimana pornografi yang menampilkan orang dewasa bukan merupakan
hal yang ilegal.
7)
Pasal 282 dan 311 KUHP dapat dikenakan untuk kasus penyebaran foto atau
film pribadi seseorang yang vulgar di Internet , misalnya kasus Sukma
Ayu-Bjah.
8)
Pasal 378 dan 262 KUHP dapat dikenakan pada kasus carding, karena
pelaku melakukan penipuan seolah-olah ingin membeli suatu barang dan
membayar dengan kartu kreditnya yang nomor kartu kreditnya merupakan
curian.
9)
Pasal 406 KUHP dapat dikenakan pada kasus deface atau hacking yang
membuat sistem milik orang lain, seperti website atau program menjadi
tidak berfungsi atau dapat digunakan sebagaimana mestinya.
b. Undang-Undang No 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta.
Menurut
Pasal 1 angka (8) Undang-Undang No 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta,
program komputer adalah sekumpulan intruksi yang diwujudkan dalam bentuk
bahasa, kode, skema ataupun bentuk lain yang apabila digabungkan dengan
media yang dapat dibaca dengan komputer akan mampu membuat komputer
bekerja untuk melakukan fungsi-fungsi khusus atau untuk mencapai hasil
yang khusus, termasuk persiapan dalam merancang intruksi-intruksi
tersebut. Hak cipta untuk program komputer berlaku selama 50 tahun
(Pasal 30). Harga program komputer/software yang sangat mahal bagi warga
negara Indonesia merupakan peluang yang cukup menjanjikan bagi para
pelaku bisnis guna menggandakan serta menjual software bajakan dengan
harga yang sangat murah. Misalnya, program anti virus seharga $ 50 dapat
dibeli dengan harga Rp20.000,00. Penjualan dengan harga sangat murah
dibandingkan dengan software asli tersebut menghasilkan keuntungan yang
sangat besar bagi pelaku sebab modal yang dikeluarkan tidak lebih dari
Rp 5.000,00 perkeping. Maraknya pembajakan software di Indonesia yang
terkesan “dimaklumi” tentunya sangat merugikan pemilik hak cipta.
Tindakan pembajakan program komputer tersebut juga merupakan tindak
pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 72 ayat (3) yaitu “Barang siapa
dengan sengaja dan tanpa hak memperbanyak penggunaan untuk kepentingan
komersial suatu program komputer dipidana dengan pidana penjara paling
lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima
ratus juta rupiah) “.
c. Undang-Undang No 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi
Menurut
Pasal 1 angka (1) Undang-Undang No 36 Tahun 1999, Telekomunikasi adalah
setiap pemancaran, pengiriman, dan/atau penerimaan dan setiap informasi
dalam bentuk tanda-tanda, isyarat, tulisan, gambar, suara, dan bunyi
melalui sistem kawat, optik, radio, atau sistem elektromagnetik lainnya.
Dari definisi tersebut, maka Internet dan segala fasilitas yang
dimilikinya merupakan salah satu bentuk alat komunikasi karena dapat
mengirimkan dan menerima setiap informasi dalam bentuk gambar, suara
maupun film dengan sistem elektromagnetik.
Penyalahgunaan
Internet yang mengganggu ketertiban umum atau pribadi dapat dikenakan
sanksi dengan menggunakan Undang-Undang ini, terutama bagi para hacker
yang masuk ke sistem jaringan milik orang lain sebagaimana diatur pada
Pasal 22, yaitu Setiap orang dilarang melakukan perbuatan tanpa hak,
tidak sah, atau memanipulasi:
a) Akses ke jaringan telekomunikasi
b) Akses ke jasa telekomunikasi
c) Akses ke jaringan telekomunikasi khusus
Apabila seseorang melakukan hal tersebut seperti yang pernah terjadi pada website KPU www.kpu.go.id,
maka dapat dikenakan Pasal 50 yang berbunyi “Barang siapa yang
melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22, dipidana dengan
pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah)”
d. Undang-Undang No 8 Tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan
Dengan
dikeluarkannya Undang-Undang No. 8 Tahun 1997 tanggal 24 Maret 1997
tentang Dokumen Perusahaan, pemerintah berusaha untuk mengatur pengakuan
atas mikrofilm dan media lainnya (alat penyimpan informasi yang bukan
kertas dan mempunyai tingkat pengamanan yang dapat menjamin keaslian
dokumen yang dialihkan atau ditransformasikan). Misalnya Compact Disk
-Read Only Memory (CD -ROM), dan Write -Once Read -Many (WORM), yang
diatur dalam Pasal 12 Undang-Undang tersebut sebagai alat bukti yang
sah.
e. Undang-Undang No 25 Tahun 2003 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 15 Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.
Undang-Undang
ini merupakan Undang-Undang yang paling ampuh bagi seorang penyidik
untuk mendapatkan informasi mengenai tersangka yang melakukan penipuan
melalui Internet, karena tidak memerlukan prosedur birokrasi yang
panjang dan memakan waktu yang lama, sebab penipuan merupakan salah satu
jenis tindak pidana yang termasuk dalam pencucian uang (Pasal 2 Ayat
(1) Huruf q). Penyidik dapat meminta kepada bank yang menerima transfer
untuk memberikan identitas dan data perbankan yang dimiliki oleh
tersangka tanpa harus mengikuti peraturan sesuai dengan yang diatur
dalam Undang-Undang Perbankan.
Dalam
Undang-Undang Pencucian Uang proses tersebut lebih cepat karena Kapolda
cukup mengirimkan surat kepada Pemimpin Bank Indonesia di daerah
tersebut dengan tembusan kepada Kapolri dan Gubernur Bank Indonesia,
sehingga data dan informasi yang dibutuhkan lebih cepat didapat dan
memudahkan proses penyelidikan terhadap pelaku, karena data yang
diberikan oleh pihak bank, berbentuk: aplikasi pendaftaran, jumlah
rekening masuk dan keluar serta kapan dan dimana dilakukan transaksi
maka penyidik dapat menelusuri keberadaan pelaku berdasarkan data–data
tersebut.
Undang-Undang ini juga mengatur mengenai alat bukti elektronik atau digital evidence sesuai dengan Pasal 38 huruf b yaitu alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu.
Undang-Undang ini juga mengatur mengenai alat bukti elektronik atau digital evidence sesuai dengan Pasal 38 huruf b yaitu alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu.
f. Undang-Undang No 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme
Selain Undang-Undang No. 25 Tahun 2003, Undang-Undang ini mengatur mengenai alat bukti elektronik sesuai dengan Pasal 27 huruf b yaitu alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu. Digital evidence atau alat bukti elektronik sangatlah berperan dalam penyelidikan kasus terorisme, karena saat ini komunikasi antara para pelaku di lapangan dengan pimpinan atau aktor intelektualnya dilakukan dengan memanfaatkan fasilitas di Internet untuk menerima perintah atau menyampaikan kondisi di lapangan karena para pelaku mengetahui pelacakan terhadap Internet lebih sulit dibandingkan pelacakan melalui handphone. Fasilitas yang sering digunakan adalah e-mail dan chat room selain mencari informasi dengan menggunakan search engine serta melakukan propaganda melalui bulletin board atau mailing list.
Selain Undang-Undang No. 25 Tahun 2003, Undang-Undang ini mengatur mengenai alat bukti elektronik sesuai dengan Pasal 27 huruf b yaitu alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu. Digital evidence atau alat bukti elektronik sangatlah berperan dalam penyelidikan kasus terorisme, karena saat ini komunikasi antara para pelaku di lapangan dengan pimpinan atau aktor intelektualnya dilakukan dengan memanfaatkan fasilitas di Internet untuk menerima perintah atau menyampaikan kondisi di lapangan karena para pelaku mengetahui pelacakan terhadap Internet lebih sulit dibandingkan pelacakan melalui handphone. Fasilitas yang sering digunakan adalah e-mail dan chat room selain mencari informasi dengan menggunakan search engine serta melakukan propaganda melalui bulletin board atau mailing list.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar